17 Januari 2011
Aku duduk di ruang tengah rumahku, berjalan mondar-mandir melayani tamu yang datang silih berganti. Meski hujan deras menyelimuti kampung kami, masih banyak tetangga dan kerabat yang datang. Sembari menghidangkan jamuan, kutengok kamar tengah, berharap masih ada sosok yang tertidur di sana. Namun sayangnya tak kulihat seorangpun di dalam kamar. Kekecewaan menderaku, kesedihan menyelimutiku, aku ingin menangis, tapi air mata tak jatuh satu tetespun, hingga kurasakan sakit yang sangat di dadaku.
16 Januari 2011
Ba'da maghrib, belum selesai kubaca surat Ar Rahmaan, kulihat bapak menggigil kedinginan, beliau meminta jaket tebal. Kuambilkan jaket tebal, tapi beliau masih tetap menggigil. Kekhawatiranku bertambah manakala diketahui suhu bapak tinggi, tapi beliau malah kedinginan. Suasana di rumah benar-benar mengerikan, ibu terus menuntun bapak dengan dzikir, kalimat syahadat, Kakak keduaku mencari oksigen, karena bapak mengeluh sesak, sedangkan aku dan adikku mencari cara agar bapak merasa hangat. Saat itu, takut dan tangis menyertai setiap aktivitas yang kami lakukan. Namun ketakutan itu sempat terhenti, manakala ketika mendekati adzan Isya bapak merasa sehat kembabali. Beliau pun meminta untuk sholat Isya, dengan perasaan lega, kami bergegas meninggalkan beliau untuk menuntaskan kewajibannya kepada sang Khalik.
Ba'da Isya, bapak kembali merasakan dingin dan sesak. Saat itu kami hanya berdoa dan meminta yang terbaik utk bapak. Kubacakan surat Yassin, Ibu kembali menuntun bapak untuk beristghfar. Alhamdulillah, tidak lama kakakku datang dengan membawa tabung oksigen. Akhirnya, bapak kembali bernapas dengan bantuan oksigen.
Pukul 21.00, sesak bapak tidak mereda, padahal gas di dalam tabung oksigen sudah mulai habis. Kami mencari isi ulang oksigen, tapi tidak menemukan. Kemudian atas keputusan bersama, bapak kami bawa ke Puskesmas. Pukul 10.00, bapak dibawa puskesmas dan beliau kembali dibantu dengan tabung oksigen. Karena peralatan puskesmas yang tidak memadai, bapak dirujuk ke RS Kota yang berjarak lebih dari 50 km. Pukul 23.00, dengan ambulance, aku, ibu, dan pakde menemani bapak. Sebelum masuk ke ambulance, bapak sempat berbicara utk meminta agar posisi tidur beliau dipindah menghadap ke depan.
Sepanjang jalan, kulihat bapak tidur pulas sekali. Melihatnya, aku pun turut tertidur. DI tengah jalan, bapak bangun dan minta untuk minum. Kuambilkan sebotol Aqua kecil untuk bapak. Saat itu, bapak minum banyak, seperempat botol, dan beliau sempat berkata "Kok aku ngombe akeh banget, berarti aku arep mari ya?" (Kok aku minum banyak sekali, berarti aku akan sembuh). Ibu pun menjawab "Iya pak, bapak arep mari" (Iya, bapak akan sembuh). Bapak kembali tidur.
Pukul 00.30, kami sampai di RS, kemudian bapak dimasukkan ke IGD. Di dalam IGD, aku berdua bersama bapak. Beliau kembali menggigil, sambil menahan tangis, kutuntun bapak "Astaghfirullahhal 'adzim...Astaghfirullahhal'adzim...". Suara bapak perlahan, mengikutiku. beberapa menit kemudian kudengar beliau minta buang air kecil, kupanggil ibu, sedangkan aku akan mengurus administrasi dan obat untuk bapak.
Sekitar pukul 00.45, bapak dibawa ke zal yang telah dipesan oleh kakak pertamaku. Sepanjang jalan menuju zal, kulihat bapak tidur miring, tapi beliau masih sempat berbicara kepada ibu untuk mempersiapkan ASKES. Mendengar itu, ibu menangis, aku pun dmeikian. Pikirku saat itu, Bapakku meski sakit, beliau tetap tidak ingin merepotkan siapapun.
Tiba di zal, ibu duduk di luar kamar dengan pakde, sedangkan aku masuk ke dalam kamar untuk memasukkan tas. Saat itu, kulihat wajah bapak merah, mata beliau menatap ke atas, dan kudengar nafasnya tersengal. Aku masih bingung, dan aku baru tersadar ketika perawat memberikan pernafasan bantuan kepada bapak, dan memukul pipi bapak.
"Masya ALlah Bapak...." ucapku saat itu. Aku berlari mendekati wajah bapak, kulantunkan kalimat syahadat, kucoba sekuat mungkin berteriak agar bapak bangun. Tapi aku benar-benar tidak bisa, aku menjerit, dan perawat memintaku untuk tidak melakukan seperti itu di depan bapak. Mungkin karena aku menjerit, ibu masuk dan beliau mendekati bapak. Dengan tabah dan perlahan, ibu menuntun bapak, "Allah...Allah...Allah...", dan aku hanya menangis, kututup wajahku, aku benar-benar tak kuat melihat ini.
17 Januari 2011, pukul 01.05, dokter tidak bisa berbuat apapun, Allah telah memanggil bapak di usianya ke 63 tahun. Ibu menjerit, kupeluk ibu dan kami menangis bersama. Pakde masuk, setelah melihat bapak, beliau kembali keluar.
Bapak,,,beliau akhirnya kembali berpulang kepada pemiliknya, lebih cepat dari apa yang dokter perkirakan..
Bapak meninggal karena sesak yang dideritanya akibat penumpukan cairan. Selama sakitnya, beliau telah mengajarkan banyak hal kepada kami,,
Selamat Jalan Bapak......Kami selalu mencintaimu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar