Selasa, 12 Oktober 2010

Travelling to Nusakambangan Island


Perjalanan ke Nusakambangan, diawali dengan keraguan yang sangat besar. Karena Pulau Nusakambangan identik dengan pulau penjara, sehingga kesan yang dimilikinya adalah seram, gelap, dan "haram" untuk dimasuki. Namun, dorongan untuk membuktikan pengalaman teman yang mengatakan bahwa pulau ini memiliki banyak tempat yang indah, menarik, juga bersejarah, mengalahkan rasa takut itu. Sebelum memulai perjalanan, kami mencari info tentang pulau ini, dan info yang kami dapat ialah bahwa sebelum otonomi daerah, pulau Nusakambangan dikelola dan dimiliki sepenuhnya oleh Departemen Kehakiman, mengingat fungsinya sebagai pulau penjara. Kemudian setelah otoda, Pulau Nusakambangan secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, namun dikelola bersama dengan Departemen Kehakiman yang tetap memfungsikan pulau ini sebagai pulau penjara.
Sebagai tempat wisata, pulau yang berada di tengah lautan ini dikelilingi oleh pantai yang sebagian diantaranya berpasir putih. Selain itu, hutan-hutannya pun masih perawan, sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai tempat refreshing. Sebagai "museum alam", pulau Nusakambangan memiliki banyak tempat bersejarah yang bisa membuka cakrawala kita ke dalam masa Kolonial. Di pulau ini, terdapat beberapa benteng yang merupakan peninggalan dari Portugis dan Belanda. Sayangnya, kondisi benteng-benteng tersebut tidak terawat, bahkan tertutup oleh pohon-pohon besar yang merusak struktur bangunan bersejarah tersebut.
Pulau Nusakambangan terletak tidak jauh dari pantai Cilacap, bentuknya yang seperti Puma tampak jelas jika dilihat dari Pantai Teluk Penyu. Untuk menuju ke sana, kita bisa berangkat dari Pantai Teluk Penyu Cilacap. Ada dua sarana transportasi yang bisa dipakai, yaitu naik kapal dari dermaga Tanjung Intan, atau menggunakan jasa nelayan. Jika memakai kapal dari dermaga, biasanya kita harus mengikuti jadwal dan terlalu banyak pertanyaan yang harus kita jawab. Maka, saya dan teman-teman memilih untuk menggunakan jasa nelayan yang sedang beristirahat di pantai Teluk Penyu. Para nelayan ini, sembari beristirahat dan menunggu waktu, mereka biasanya menyewakan jasanya untuk mengantarkan ke pulau tersebut (bahkan bisa juga jadi guide). Ongkos yang diperlukan setiap perahu mematok harga 50.000, namun bisa ditawar juga.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 15 menit, sampailah kita di pulau Nusakambangan. Biasanya kita akan diturunkan di Pantai Karangbolong. Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju ke benteng karangbolong yang jaraknya kurang lebih 1 km. Sebelum masuk ke area hutan Nusakambangan, kami menjumpai banyak penjual batu2 berwarna dan terlebih dulu kami membayar tiket yang nominalnya 3000 per orang. Nusakambangan memang terkenal memiliki batu2 cantik, yang kemudian dibuat perhiasan, seperti untuk cincin, kalung, dan gelang. Uniknya, mayoritas pembuat batu2 ini adalah mantan Napi yang menghuni LP di Nusakambangan.
Sesampainya di benteng Karangbolong, kami melihat tempat yang luar biasa luas, besar, megah, dan memiliki arsitektur yang luar biasa kental gaya Eropa. Lubang-lubang tempat meletakkan senjata masih tampak jelas, bahkan senjata meriam yang besar masih ada di sana, meskipun dalam kondisi yang telah pecah (kemungkinan karena dicuri oleh penduduk setempat). Asyiknya, Benteng Karangbolong telah memiliki tempat pendaratan helikopter di atasnya. Benteng ini merupakan peninggalan Belanda yang dibangun satu masa dengan Benteng Pendem yang ada di Cilacap.
Pembangunan benteng yang kuat di Nusakambangan terkait erat dengan posisi pulau ini sebagai benteng pertahanan pertama serangan musuh dari laut. Karena itu, tembok dari benteng ini yang dari luar hanya tampak berupa batu bata dan semen, ternyata di dilapisi oleh semen. Maka tidaklah aneh jika hingga sekarang benteng ini masih kokoh berdiri.
Perjalanan kami di pulau ini harus terhenti sampai di benteng karangbolong, karena waktu yang telah beranjak sore, dan kami takut dengan harimau Sumatera yang hidup di pulau ini. Sebenarnya, kami masih ingin menjelajahi pulau ini, dan melihat Bunga WijayaKusuma yang disebut2 sebagai "bunga keramat". Namun, apalah daya, kami harus pulang sebelum petang. Kesan terakhir kami adalah Nusakambangan adalah pulau yang memiliki jutaan pesona, tidak hanya pesona wisata, tetapi juga sejarah. Alangkah baiknya jika pemerintah daerah Cilacap yang kemudian berkoordinasi dengan Departemen Kehakiman membuka pulau ini sebagai "pulau edukasi", dimana siswa tidak hanya bisa belajar tentang sejarah saja, tetapi juga tentang hutan, satwa liar, dan kekayaan alamnya. Saya begitu yakin pulau ini akan cepat menjadi primadona apabila pihak-pihak terkait mampu mengelolanya dengan baik. Bisa jadi, pulau ini akan memberikan devisa yang besar bagi pemerintah setempat.

Tidak ada komentar: