Senin, 27 September 2010

Populis or Nation???

65 tahun yg lalu, proklamasi dikumandangkan oleh founding father kita. Di akhir kalimat, dengan lantang mereka menyatakan "Atas Nama Bangsa Indonesia...". Pemilihan kata "bangsa" ?(bukan rakyat) oleh perancang teks proklamasi kita, bukan hanya iseng ataupun kebetulan saja. Benedict Anderson dalam bukunya Imagined Community, dengan tegas menyatakan bahwa "bangsa" memiliki arti yg berbeda dengan "rakyat". Makna yg berbeda diantara keduanya tersebut turut pula membedakan posisi keduanya dalam sebuah negara. Bangsa diartikan sebagai sebuah kolektivitas politik, sedangkan rakyat lebih kolektivitas sosiologis. Dalam bahasa lebih mudah, "Sebuah bangsa" memiliki kedudukan pula dalam perpolitikan, sedangkan "rakyat" hanya menjadi bawahan dan pelaksana dalam suatu kehidupan politik.
Perbedaan makna "bangsa" dan "rakyat" secara ekstrim diungkapkan oleh Karl Marx. Ia mengatakan bahwa makna "rakyat" adalah sama dengan kuda-kuda, ladang, sapi-sapi, dan harta seorang penguasa/raja. Hal ini ditafsirkannya dari pernyataan2 yg sering dikeluarkan oleh raja-raja Perancis. Dengan demikian, "rakyat"(populis) hanyalah sebuah kelompok yang "nrimo ing pandum", sedangkan "bangsa" (nation) adalah sekelompok masyarakat yg memiliki wewenang pula dalam membentuk dan menentukan masa depan bangsanya.
Sejak dulu, para pemimpin, UUD, bahkan Pancasila selalu mendudukkan kita sebagai "rakyat", maka bukan hal yg aneh ketika kita hanya menjadi penonton dan pelaksana di tanah air kita. Bukan hal mengherankan pula ketika masyarakat selalu dirugikan, karena memang secara langsung mereka (para pemimpin) telah nyata2 menganggap kita sebagai "rakyat" dan mereka sebagai raja. DI dalam negara monarki, kepentingan Raja yang diutamakan, sedangkan rakyat menjadi yg terakhir, setelah semua kepentingan di atasnya terpenuhi.
Pemikiran ini hanyalah menjadi bahan perenungan untuk kita, bahwa sebenarnya selama bertahun2 kemerdekaan, kita masih tetap menjadi makhluk tak berdaya yang hanya diinjak-injak oleh para pemimpin dan wakil rakyat. Yg demikian itu bukanlah karena kesalahan individu tersebut, tetapi sistem negara kita yang memang tdk pernah menganggap keberadaan kita. Sistem yang selalau membuat bangsa ini menderita dan memanfaatkan utk mengeruk keuntungan sebanyak mungkin.

Tidak ada komentar: