Rabu, 01 Februari 2012

Wanita Indian dan Budaya Mestizo

Pernahkah terbersit keinginan untuk menjadi secantik Jennifer Lopez, Christina Aquilera, Gloria Estefan atau setampan Mark Anthony, Ricky Martin?? Jika ya,berarti anda telah mengakui eksotisme wajah-wajah orang Mestizo. Ya, orang Mestizo adalah "blasteran-nya suku Indian dengan bangsa Spanyol", proses menjadi mestizo ini berlangsung sejak abad XVI, yaitu ketika Spanyol mulai memperluas ekspansinya ke wilayah Amerika Selatan. Nah, dalam proses kemunculannya, ternyata wanita Indian sangat berperan dalam memunculkan kebudayaan mestizo. Sebelum saya mengajak pembaca berjalan lebih jauh, sebaiknya kita bicara dulu tentang bangsa Indian, kemudian baru kita bicara tentang awal mula orang Mestizo muncul di Amerika Selatan dan peranan wanita Indian...Ikuti yeeee,,, Suku Indian pertama kali masuk ke wilayah Amerika Utara (Alaska) melalui tanah genting (Selat Bering) yang menghubungkan Asia dengan Amerika. Setelah tiba di Alaska, mereka perlu ribuan tahun untuk meretas jalan ke selatan melintasi celah di gletser-gletser besar. Penyebutan nama “Indian” ini berasal dari orang Eropa yang tiba di Amerika Utara pada abad ke-16, orang-orang tersebut menganggap bahwa mereka tiba di wilayah bernama “India”, karena itulah ketika mereka bertemu dengan pribumi di wilayah tersebut, mereka menyebut mereka dengan “Indian”. Suku Indian memiliki banyak kelompok suku yang hidup terpisah dan memiliki budaya dan bahasa yang berbeda. Meski demikian mereka bisa berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Suku Indian memiliki ciri fisik yang sama, yaitu rambut hitam lurus, mata hitam, kulit coklat kemerah-merahan, tubuh tidak banyak bulu, tulang pipi menonjol, dan wajah pada umumnya lebar. Sebelum masuknya bangsa Eropa, umumnya suku-suku Indian bermukim di Pueblo (rumah dari batu dan tanah liat) maupun tepee (tenda yang dibuat dari kulit bison yang diregangkan pada kerangka kayu yang mudah dipasang, di bagian atasnya ada penutup yang dibuat agar asap dari api unggun yang ada di dalamnya bisa keluar. Peranan wanita Indian sangat penting dalam kehidupan di suku mereka, yaitu menyediakan pakaian, makanan, dan mengurus anak, sedangkan para lelaki berburu dan berperang. Pada suku Indian tertentu (contohnya suku Hopi), pemilik rumah dan pengurus desa adalah wanita. Agama yang dianut mereka masih bersifat animisme-dinamisme, mereka memuja dewa-dewa dan leluhur nenek moyang. Kendati beberapa suku Indian telah mengembangkan sejenis aksara kuno untuk menjaga teks-teks tertentu, kebudayaan Indian lebih mengutamakan bahasa tutur, dimana penceritaan dongeng dan mimpi sangat dijunjung tinggi. Hubungan antar suku-suku Indian tidaklah erat, banyak terjadi peperangan antara mereka, namun banyak pula suku-suku yang menjalin hubungan baik. Kedatangan Bangsa Spanyol Pada tahun 1492, Spanyol menaklukan penguasa terakhir di Granada. Setelah kemenangan itu raja Spanyol mengizinkan Christopher Columbus berlayar ke India melalui jalur Barat, ia pun sampai di kepulauan Karibia, tepatnya di Mexico. Sejak itulah Spanyol mendirikan koloni-koloninya di wilayah Amerika Selatan. Ekspedisi resmi pertama dilakukan tahun 1513 oleh sekelompok lelaki dipimpin oleh Juan Ponce de Leon yang mendarat di Pantai Florida, di sebuah tempat yang dekat dengan kota St. Augustine (nama sekarang). Setelah Leon datang, muncul nama-nama seperti Hernan Cortes, Hernando De Soto, Fransisco Coronado, dan Cabeza De Baca sebagai conquistador di wilayah negara bagian di benua Amerika bagian Tengah dan Selatan ini. Conquistador ini mulai berupaya menaklukan kelompok-kelompok Indian yang dianggap mengganggu tujuannya, yaitu membangun koloni dan memperoleh kekayaan dari “dunia baru” mereka. Dengan penaklukan Mexico pada tahun 1522, Spanyol mengukuhkan posisinya sebagai penguasa di belahan Bumi Barat. Kedatangan conquistador ini ialah untuk memperoleh kekayaan dan kemakmuran yang tidak didapatkannya di Spanyol (daerah aslinya). Biasanya mereka berniat untuk kembali lagi ke daerahnya setelah ia memperoleh yang diinginkannya. Kekuasaan kelompok borjuis yang ada di Spanyol, membuat mereka tersingkirkan dari komunitas di tanah airnya sendiri. Kendati harus bekerja keras dari awal, conquistador ini tetap berkeinginan untuk mendapatkan ego mereka di “daerah baru” tersebut. Asimilasi Spanyol dan Amerika Selatan Spanyol merupakan salah satu imperium besar Eropa yang memiliki kebudayaan kuat dan setiap individunya berkeinginan untuk menyebarluaskan kebudayaan mereka di daerah koloninya. Untuk memperlancar asimilasi tersebut, dilakukanlah perkawinan-perkawinan “tidak resmi” dengan suku-suku pribumi (wanita Indian). Selain cara-cara tersebut, banyak pula penjajah Spanyol yang melakukan cara kejam, yaitu memperkosa wanita-wanita Indian yang mereka lewati selama perjalanan menuju tempat yang mereka idamkan. Sepanjang jalan yang dilewatinya tersebut, mereka merusak desa dan membangun gereja. Mereka juga memberi nama-nama baptis bagi anak Indian dengan nama-nama Spanyol. Semua daerah yang dilewatinya pun diberi nama dengan nama Spanyol. Bahkan, mereka pun mengambil paksa beberapa orang Indian untuk menjadi budaknya. Proses inilah yg kemudian mempercepat asimilasi antara kedua budaya tersebut. Dan, Anak-anak keturunan dan istri-istri tidak resmi inilah yang menjadi pendukung dari kebudayaan Latin, yaitu percampuran antara budaya Spanyol dengan Indian. Anak-anak hasil percampuran ini kemudian disebut sebagai mestizo. Berasal dari bahasa Spanyol yang digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang berdarah campuran Eropa dan Non Eropa. Pada awal-awal penjajahan Spanyol, orang Mestizo menjadi golongan kedua setelah orang Eropa asli. Mereka biasanya mendapatkan perlakuan khusus ketika mencari kerja. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa mereka tidak memiliki kedudukan yang utama di masyarakat. Ini dikarenakan mereka bukanlah orang Indian dan bukanlah orang Spanyol. Mereka tersingkirkan dari kedua peradaban tersebut. Karena itulah mereka memiliki komunitas tersendiri. Kemudian, pada tahun 1561, di kota Cuzco, ada kebijakan mengenai diperbolehkannya orang Mestizo membuka usahanya sendiri. Sejak itulah meskipun tidak memiliki kekuasaan sebesar nenek moyangnya dari bangsa Spanyol, komunitas Mestizo memiliki keistimewaan dan kemakmuran yang lebih diperhatikan oleh pihak Spanyol, daripada kaum pribumi (Indian). Meski demikian, masa depan anak Mestizo, ditentukan oleh pengakuan sang ayah Spanyol kepada mereka. Jika anak Mestizo tersebut diakui, maka ia akan dibawa ayahnya ke Spanyol untuk diberi pendidikan dan diangkat sebagai anak resmi. Sedangkan jika ayahnya tidak mau membawanya, ia akan ditinggalkan dengan ibunya bersama harta warisan berupa rumah dan tanah perkebunan/pertanian sebagai bekal hidupnya. Anak Mestizo yang ayahnya merupakan orang terpandang, kelak ketika ingin mengurus apapun, ia akan menggunakan nama ayahnya untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuannya. Untuk anak perempuan Mestizo, keberuntungan lebih berpihak kepadanya. Ketika dewasa kelak, ayahnya yang akan menikahkannya dengan orang Spanyol. Percampuran dua kebudayaan yang bertolak belakang ini, memunculkan kebudayaan baru yang unik, yang merupakan perpaduan antara dua budaya yang sama-sama kuat. Perpaduan inilah yang kita kenal dengan budaya latin. Dari segi religi, meskipun memiliki agama Katholik Roma dan Kristen Protestan, orang Amerika Latin tetap memiliki kepercayaan kepada arwah nenek moyang yang begitu kental. Bahkan, di beberapa negara di Amerika Latin, kepercayaan kepada dukun dan peramal masih kental dan hidup di tengah-tengah masyarakat yang beragama. Bahasa, gaya hidup, dan ilmu pengetahuan, tentu saja mengikuti bahasa Nenek moyang mereka yang berasal dari Spanyol. Kekuatan budaya Spanyol yang hidup di Amerika Latin, seringkali telah mati di negara asalnya, namun tetap hidup dan berkembang di Amerika Latin. Contohnya ialah berkembangnya rumah-rumah luas, yang diberinama hacienda. Di dalamnya ada perkebunan dan peternakan yang dikelola oleh orang mestizo yang hidup disana. Dalam segi mata pencaharian, orang mestizo memiliki pekerjaan yang mapan dan pengetahuan yang lebih modern daripada orang Indian. Wanita sebagai Media Asimilasi Kolonisasi yang terjadi abad XVI hingga XX, selalu memunculkan fenomena baru dalam masyarakat di kedua negara. Selain hubungan antara penjajah dan terjajah, yang memnculkan berbagai penderitaan, ada pula relasi yang menghasilkan satu bentuk habit baru dalam masyarakat. Apalagi, teknis-teknis menjajah antar negara pun memiliki perbedaan. Bagi negara-negara wilayah Carribean, seperti Spanyol, Perancis, menjajah bagi mereka tak hanya mengambil keuntungan secara materi, tetapi juga non materi. Dalam hal ini, mereka juga ingin membesarkan ras mereka, yaitu dengan memperbanyak keturunan di negara-negara jajahan. Memperbanyak keturunan ini juga dimaksudkan untuk menjadikan negeri jajahan mereka lebih beradab (menurut ukuran mereka). Terkait ini, satu-satunya cara yang dilakukan adalah dengan mengawini wanita-wanita pribumi. Selama proses penaklukan hingga pendirian imperium Spanyol di wilayah Amerika Selatan, terjadilah asimilasi antara budaya Spanyol dengan Indian. Asimilasi ini juga merupakan salah satu tujuan bangsa Spanyol untuk mentransfer budayanya kepada budaya Indian yang dianggapnya primitif. Dalam proses asimilasi ini, peran wanita pribumi (indian) menjadi sangat penting. Orang-orang Spanyol melakukan perkawinan campur tidak resmi dengan wanita pribumi (Indian), lalu kemudian dari perkawinan ini lahirlah keturunan-keturunan campur yang kemudian disebut sebagai mestizo. Kebudayaan Mestizo inilah yang kemudian lahir dan berkembang di Amerika Latin hingga saat ini. Perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang Spanyol dengan wanita Indian, bukan hanya sebagai pemuas kebutuhan biologis semata. Keinginan untuk menyebarluaskan kebudayaan dan agamanya (Katholik) di daerah jajahannya juga menjadi alasan yang dianggap tepat untuk membenarkan tindakannya di hadapan istri-istri resminya (wanita Spanyol). Tidak semua wanita Indian bisa hidup bersama orang Spanyol. Alasannya ialah karena tidak semua suku Indian mau menerima kedatangan orang Spanyol di tanah mereka. Hanya orang-orang Indian tertentu saja dan memiliki hubungan baik dengan orang Spanyol, antara lain wanita Indian yang merupakan anak dari penerjemah (bahasa Indian) yang selalu menemani orang Spanyol tersebut. Contohnya ialah perkawinan antara Hernan Cortes dengan Nahuatl-Maya, putri dari seorang Indian di Meksiko yang bekerja sebagai penerjemah, bernama Malinche. Dari perkawinan tersebut, lahirlah seorang putra bernama Martin Cortes. Ia kemudian diakui oleh ayahnya dan dibawa ke Spanyol untuk tinggal disana. Selain itu, wanita Indian lain yang bisa menjadi istri dari orang Spanyol ialah wanita-wanita Indian yang memiliki darah bangsawan (putra dari kepala suku Indian yang mengakui keberadaan kekuasaan Spanyol). Merekalah yang bisa menikah dan hidup dengan bangsawan-bangsawan Spanyol yang datang ke Meksiko. Keturunan merekalah yang kelak bisa memiliki nama dan dipandang berprestise dibandingkan keturunan-keturunan Mestizo lainnya (keturunan dari wanita-wanita yang diperkosa oleh orang-orang Spanyol yang bukan dari bangsawan). Tidak semua wanita Indian bisa hidup bersama orang Spanyol. Alasannya ialah karena tidak semua suku Indian mau menerima kedatangan orang Spanyol di tanah mereka. Hanya orang-orang Indian tertentu saja dan memiliki hubungan baik dengan orang Spanyol, antara lain wanita Indian yang merupakan anak dari penerjemah (bahasa Indian) yang selalu menemani orang Spanyol tersebut. Contohnya ialah perkawinan antara Hernan Cortes dengan Nahuatl-Maya, putri dari seorang Indian di Meksiko yang bekerja sebagai penerjemah, bernama Malinche. Dari perkawinan tersebut, lahirlah seorang putra bernama Martin Cortes. Ia kemudian diakui oleh ayahnya dan dibawa ke Spanyol untuk tinggal disana. Selain itu, wanita Indian lain yang bisa menjadi istri dari orang Spanyol ialah wanita-wanita Indian yang memiliki darah bangsawan (putra dari kepala suku Indian yang mengakui keberadaan kekuasaan Spanyol). Merekalah yang bisa menikah dan hidup dengan bangsawan-bangsawan Spanyol yang datang ke Meksiko. Keturunan merekalah yang kelak bisa memiliki nama dan dipandang berprestise dibandingkan keturunan-keturunan Mestizo lainnya (keturunan dari wanita-wanita yang diperkosa oleh orang-orang Spanyol yang bukan dari bangsawan). Kehidupan sebagai istri orang Spanyol, memberikan banyak perubahan pada diri wanita Indian. Kondisi lingkungan menjadikan mereka harus bersikap sebagai orang Spanyol, mulai dari perubahan agama (dari animisme menjadi Katholik), gaya berpakaian, hingga gaya hidup. Mereka mulai belajar bahasa Spanyol dan mulai jarang bergaul dengan keluarga Indian-nya. Setelah mereka memiliki keturunan, ia pun melatih keturunan selayaknya orang Spanyol dan menjauhkan anak mereka dari kebudayaan Indian yang dianggapnya primitif. Kendati banyak anak Mestizo yang dibawa ayahnya ke Spanyol dan dididik sebagai orang Spanyol, namun banyak pula yang ditinggalkan bersama ibunya di tanah lahir. Ibu Indian tetap mendidik anak-anaknya untuk bersikap sebagai seorang Spanyol. Mereka inilah yang kemudian menghasilkan budaya Latin Amerika seperti yang ada saat ini. Meskipun anak-anak mereka telah dididik sekuat mungkin untuk bersikap sebagai orang Eropa Spanyol murni, namun tak dipungkiri jika kekuatan budaya Indian yang begitu melekat erat pada ibunya, tetap saja terbawa oleh anak-anak mereka. Contohnya, kepercayaan kepada dongeng dan mimpi, yang merupakan budaya kuat dari Indian, hingga saat ini tetap ada, yaitu cerita tentang Xtabai (Ishtabai, red.), sebuah mitos tentang seorang wanita berambut panjang hitam yang akan menggoda hingga melukai orang-orang yang berjalan di kegelapan malam (di Indonesia disebut hantu). Mitos ini masih tetap hidup dalam diri kaum Mestizo di Amerika Latin hingga saat ini. Dari segi pakaian, wanita Indian yang telah menjadi istri orang Spanyol akan berpakaian seperti wanita-wanita Spanyol. Dengan demikian, meskipun tidak pernah tertulis secara eksplisit mengenai peranan wanita Indian dalam terbentuknya kebudayaan Amerika Latin, wanita Indian memiliki peran yang sangat besar, baik dalam memunculkan ataupun melestarikan budaya Mestizo.

Tidak ada komentar: